Friday, April 26, 2024

Cinta dan Bencinya Pasangan

Kadang kita tidak tahu kenapa pasangan kita marah dan menjauh.
Alih-alih introspeksi, sering kali kita malah menyalahkan dia.
Bilang dia marah-marah terus, belum mampu berdamai dengan diri sendiri, punya anger issue, belum utuh, belum dewasa, ngambekan, baperan, berfrekuensi rendah dan lain sebagainya.
Menyalahkan orang lain atau keadaan itu memang paling enak karena kita tidak perlu repot-repot untuk introspeksi, meminta maaf dan berusaha untuk memperbaiki diri menuju kesempurnaan yang mana hal itu kadang terasa berat, melelahkan bahkan menyakitkan.
Padahal yang namanya introspeksi dan Istiqomah (progresif dalam kebaikan secara konsisten) adalah hal yang perlu kita lakukan secara terus-menerus tanpa perlu menunggu-nunggu untuk dinasehati, dimotivasi, disuruh-suruh, ditegur, dimarahi atau ditinggalkan oleh orang lain lebih dulu.

Ketika kita tidak mau mencoba untuk memahami alasan di balik marahnya pasangan dan malah melempar kesalahan padanya dengan berkomentar bahwa dia marah-marah terus, hal ini tidak akan membuat diri kita dan keadaan menjadi lebih baik.
Mungkin memang kitanya yang sudah keterlaluan, melakukan dosa yang sama berulang-ulang tanpa merasa bersalah malah cenderung senang dan bangga. 
Inilah bahayanya mengakhirkan tobat, hati kita jadi keras dan nyaman dengan keburukan.
Alih-alih merasa bersalah, yang baik malah terasa buruk dan yang buruk malah terasa baik, menyenangkan dan membanggakan untuk dilakukan bahkan dipamerkan ke orang-orang.
Nauzubillah min dzalik.

Pasangan kita kan maunya kita selamat dunia akhirat, wajar bila dia marah ketika kita melakukan perbuatan dosa secara terus-menerus.
Hadirnya pasangan yang seperti ini justru bagus untuk menjaga kesucian diri dan kelurusan jalan kita menuju surga. Dengan sikapnya yang seperti ini justru kita jadi semakin tidak nyaman untuk berbuat dosa. 
Mungkin sikapnya ini terasa berlebihan dan tidak menyenangkan bagi kita yang masih terjebak di fase manusia lama atau sedang telena dengan jerat kenikmatan cheap dopamine trap, akan tetapi karena sikapnya itulah kita jadi terjaga dari fitnah dunia.

Andai pasangan kita terlalu toleran atau selalu sefrekuensi dengan kita bahkan di saat nafsu setan di dalam diri kita sedang meraja dan menyala-nyala, yang ada rem kita akan semakin blong sehingga kita sama-sama terperosok ke dasar neraka.
Kebaikan itu relatif. Sabar, toleran dan pengertian itu memang baik namun tidak boleh dipukul rata untuk semua keadaan. Kebaikan yang tidak pada porsi, waktu dan tempat yang tepat justru bisa menjadi dan melanggengkan kejahatan. Marah tidak selalu buruk. Dalam porsi, waktu dan tempat yang tepat, marah justru bisa memberikan efek yang baik, misalnya membuat kita tersadar bahwa kita itu salah dan orang lain itu gak suka jika kita begitu. Sudah tahu orang gak suka, sudah ngomong, sudah jelasin, tapi kita masih aja betah mengulang dosa yang sama ya wajarlah jika akhirnya orang lain itu marah dan memilih menjauh. Marah dan menjauhnya pasangan itu memang gak enak, tapi kadang yang seperti itu perlu supaya kita introspeksi dan lebih tahu diri.

Kalau pasangan kita cuek-cuek saja saat kita berbuat dosa atau larut dalam kemaksiatan, apakah itu artinya dia tidak secinta itu, sudah tidak cinta lagi atau sudah sangat lelah dengan tingkah kita yang bermental korban?

Yang pertama, jangan pernah melakukan hal-hal yang buruk dengan sengaja demi mendapatkan perhatian pasangan kita seperti anak kecil, yang ada dia pun akan sengaja untuk nyuekin kita dan menjauhkan diri supaya kita tidak melakukan hal-hal yang konyol seperti itu. 
Dia tahu, jika cara itu efektif, maka kita akan mengulanginya lagi bahkan kita bisa bertingkah lebih buruk dan semakin buruk ketika kita ingin mendapatkan perhatian yang lebih darinya. Dia tidak mau kita semakin terjerumus dalam keburukan, apalagi hanya untuk mendapatkan perhatian darinya. Oleh karena itulah, cueknya dan menjauhnya pasangan belum tentu tanda bahwa dia tidak secinta itu, sudah tidak cinta lagi atau sudah sangat lelah. Bisa jadi itu adalah tanda cinta.

Lagipula, daripada stress melihat dan memikirkan tingkah kita yang hobinya maksiat terus dan tidak kunjung bertobat tapi malah merasa bangga dengan dosa-dosa kita, memang lebih baik jika dia menutup mata dan menjauhkan diri, menyibukkan diri dengan aktivitas yang lebih bermanfaat dan menyenangkan supaya dia tetap sehat lahir batin. Apa yang dia lakukan ini adalah hal yang bijaksana, karena dia sadar betul bahwa tingkah laku kita berada di luar kendali dia dan dia tidak bisa mengubah kita. 
Resiko dari overthinking terhadap hal-hal yang sangat dia cintai tapi berada di luar kendali dia kan hanya akan mengundang 1001 masalah. Dampaknya bukan hanya akan menurunkan performa atau kulitas kerjanya, tapi juga memicu penuaan dini karena sering dibuat insomnia, rambut rontok, obesitas karena hormon kortisolnya naik, stroke, gangguan jiwa dll, bahkan bisa mati muda.

Apa yang dia lakukan adalah hal yang bijaksana, karena dia punya kewajiban atau tanggung jawab untuk menjaga kesehatan dirinya sendiri. Dia harus menjaga kesehatan dirinya guna bisa bekerja dengan fokus dan penuh tanggung jawab untuk semua orang yang punya kontak berantai dengan dia. Kalau dia kenapa-kenapa, yang akan terdampak adalah semua orang yang punya kontak berantai dengan dia. Dari kasus corona kita semakin menyadari bahwa kita semua itu saling terhubung sebagai kesatuan yang utuh dengan efek domino. Jika teori holistik ekologis ala Fritjof Capra tentang jejaring kehidupan atau interconnectedness terlalu mengawang dan susah buat kita cerna, Corona bisa menjelaskan hal itu dengan contoh nyata yang lebih mudah untuk kita pahami lewat pengalaman hidup yang mematikan dan menyakitkan beberapa tahun silam.

Jika kita membuat pasangan kita menjadi stress akibat terlalu memikirkan kita yang tidak mencintai diri sendiri dan tidak mencintainya, maka energi negatif padanya itu akan terus menular ke banyak orang yang punya kontak berantai dengan dia, kecuali dia mau mengambil jarak dari keramaian untuk berefleksi dan self-healing dulu, istilah lainnya itu melakukan pembersihan energi dalam diri dengan cara menerima, memahami, memaafkan dan memaknai secara positif apa yang telah terjadi. 

Kadang dia juga perlu menjaga jarak dari sumber masalahnya atau pemicu energi negatifnya yaitu kita hingga dia dapat berdamai dengan segalanya dan kita pun mau introspeksi, menebus dosa dan benar-benar bertobat.

Seperti Corona, efek dari energi negatif dan waktu pembersihannya ini pun beragam bagi setiap orang -- ada yang sekejap, harian, bulanan, tahunan, bahkan sampai mati pun masih belum bersih, masih belum sembuh, masih belum bisa memaafkan. 
Ngerinya, jika sampai akhir hayat dia belum bisa memaafkan kita karena kita tidak pernah merasa bersalah apalagi meminta maaf padanya sehingga dia hidup sengsara disiksa memory dan perasaannya sendiri tentang kita, bukanlah nanti kita akan ditanya?

Apabila kita ingin membantu proses penyembuhan atau mempercepat proses pembersihan energi negatif pada pasangan yang pernah kita sakiti, kita bisa bertanggung jawab dengan cara bersungguh-sungguh dalam meminta maaf dan memperbaiki sikap kita yang pernah melukainya. Jangan malah melontarkan komentar insensitive begini, walaupun benar secara logika namun kalimat ini sama sekali tidak etis untuk diucapkan kepada siapapun, tidak menunjukkan adanya simpati apalagi empati kepada orang lain sebagai manusia, makhluk yang berperasaan:
"Milih untuk tidak sakit hati kan bisa, siapa suruh milih sakit hati? Siapa suruh terlalu mencintai dan berharap hingga akhirnya sakit sendiri? I'm not responsible for your feeling."

Satu hal yang pasti, jika kita mencintai seseorang, kita tidak akan tega menyiksa dia dengan menghancurkan diri kita sendiri dengan melakukan berbagai perbuatan maksiat. Semakin orang itu cinta dengan kita, dia akan semakin tersiksa jika kita kenapa-napa. Jadi sebenarnya, ketika kita merusak diri kita sendiri itu artinya kita tidak mencintai mereka yang mencintai kita
Kita tidak cinta pada pasangan kita, orang tua kita, Nabi Muhammad SAW, juga pada Allah SWT yang menciptakan kita dan memberikan kita segalanya karena mencintai kita.
Kita juga tidak mencintai mereka semua, para pahlawan dan pembangun peradaban yang telah mengorbankan nyawa, waktu, uang dan tenaga mereka untuk melihat kita berkehidupan dengan baik pada hari ini.

Apabila hubungan kita dan pasangan memang didasari oleh rasa cinta dan benci karena Allah,
jika pasangan merasa benci dan menjauh dari kita, artinya kita telah melakukan sesuatu yang Allah benci dan membuat kita menjauh dari Allah. Pasangan kita memang tidak tahu apa yang telah kita perbuat di belakangnya, tapi Allah bisa membuatnya merasakan ketidakberesan pada diri kita.

Sebaliknya, jika kita melakukan hal-hal yang dicintai Allah, maka pasangan kita juga akan mencintai kita.
Semakin besar cinta kita kepada Allah, semakin besar pula cinta pasangan kepada kita.
Pasangan kita ini bisa jadi cermin dari hubungan kita dengan Allah. 
Jika kita dan pasangan sama-sama mendasari rasa cinta dan benci karena Allah, maka kita bisa saling menyelamatkan dan membahagiakan dunia akhirat satu sama lain.

Dengan belajar agama, 
kita semua akan lebih sadar dengan dosa-dosa yang kita perbuat tanpa perlu bertanya dan diberitahukan di mana letak kesalahan kita oleh pasangan kita secara terus-menerus.
Kita juga jadi tahu apa yang perlu kita lakukan untuk menyelamatkan dan membahagiakan dunia akhirat pasangan kita tanpa perlu bertanya dan diberitahukan olehnya secara terus-terusan.
Allah yang menciptakan kita semua, Allah sangat mengenal kita semua, Allah sangat mencintai kita semua. 
Allah tahu pasti apa yang terbaik bagi seluruh makhlukNya, tinggal ikuti saja petunjuk dariNya.
Dengan mengikuti petunjuk Allah, artinya kita bukan hanya mencintai diri kita sendiri, melainkan juga semuanya yang mencintai kita dan kita cintai.

No comments:

Post a Comment

Ciri Pasangan Setia, Gak Bakal Selingkuh atau Mendua Selama-lamanya

Apa pun alasannya, selingkuh adalah perbuatan yang salah, hina, menjijikan, memalukan, menyakitkan dan tidak dapat diterima. Naudzubillah mi...