Monday, January 29, 2024

Masih Pantaskah?

Saya masih ingat hari itu.

Hari di mana saya menemaninya hujan-hujanan lewat tengah malam, di saat itu pria yang dicintainya baru saja menggelar resepsi pernikahan yang megah.
Saya tak berusaha menghibur ataupun memberinya nasehat apapun, hanya menemaninya dalam diam dan turut merasakan dukanya di sebuah hotel terpencil di puncak gunung yang dinginnya menusuk sampai ke tulang sumsum.
Pihak keluarga sangat menyayangkan hubungan mereka yang kandas di ujung jalan, namun teman saya memilih untuk menyimpan rahasia itu sendiri, alasan mengapa mereka berpisah dan menjalani hidup masing-masing seperti sedia kala. Ya, dari asing kembali asing.

Baru menjalani kehidupan pernikahan sekitar 2 bulan, pria itu dikabarkan bercerai dan memiliki banyak hutang dari pernikahan singkat yang dilaluinya.
Dia menyesal telah menikahi wanita yang salah, wanita yang hanya mencintai apa yang bisa dibanggakan dan bisa diambil dari pria tersebut.

Alih-alih merasa bangga karena dicintai oleh perempuan yang tulus dan bisa menjaga kemuliaan dirinya, dia merasa egonya terluka karena keinginan rendahnya ditolak berkali-kali, dia malah ingin membuktikan bahwa teman saya bukanlah wanita satu-satunya, sehingga dia menikahi wanita baru yang ditemuinya secara serampangan.
Dengan jabatan, fisik dan apa yang dititipkan Tuhan padanya, dia pikir dia bisa membeli apapun yang dia mau, sayangnya tidak dengan keimanan teman saya. Tidak dengan ketulusan dan kemuliaan seseorang wanita.

Tak lama setelah pernikahan jagungnya hancur, pria itu kembali dan kembali lagi, meminta kesempatan kedua dari teman saya selama bertahun-tahun.
Apakah teman saya sudi menerimanya kembali? Tentu saja tidak.
Sebelum pria itu menikah, sudah berulangkali dia memberikan kesempatan, namun pria itu tetap saja mengulang-ulang kesalahan yang sama, meminta suatu hal yang mustahil.
Dulu dia begitu mencintai pria tersebut, tapi sekarang dia lebih mencintai dirinya sendiri. 
Dia yang sekarang bukanlah dia yang dulu.
Dia memutuskan untuk menikahi pria beriman dengan pola pikir dan pola hidup yang lebih sehat saja.

Memang benar, belum tentu orang yang hadir di hidup kita adalah jawaban atas doa-doa kita atau jodoh dari Tuhan, bisa jadi dia hanyalah ujian keimanan. Tidak peduli sedekat, sejelas atau sesempurna apapun dia di mata kita.

Beberapa orang mungkin memang ditakdirkan untuk menetap selamanya. Namun bukan sebagai kekasih hati, melainkan sebagai pelajaran dan pengalaman yang tak perlu diulang.


a


Wednesday, January 17, 2024

Failed The Test

Dialog pasutri, after life...

Suami: "Aku nyesel dulu gak setia."
Istri: "Sadarmu telat, penyesalanmu gak ada gunanya sekarang."
Suami: "Maafin aku."
Istri: "Iya, iya, mandi dulu tuh di sana biar bersih."
Suami: "Di mana?"
Istri:  "Tuh." (menunjuk lautan api yang menyala-nyala).
Suami: "Yang mana?"
 Istri: "Itu lho, Yang. Kolam merah yang banyak gelembungnya."
Suami (kaget, baru ngeh): "Kamu tega lihat aku menderita di sana?"
Istri: "Ya enggak, kan aku gak akan lihat kamu lagi. Kita berpisah di sini."
Suami: "Kamu tega membiarkan aku sendirian di sana?"
Istri: "Kamu juga tega bikin aku ngerasain neraka sebelum mati. Aku coba jutaan kali untuk ngingetin kamu, yang ada kamu malah semakin bertingkah dan menjauh dari Tuhan."
Suami: "Kamu kan bilang mau sehidup semati."
Istri: "Aku mau, kamunya yang gak mau. Kamu lebih memilih dunia, memandang ujian sebagai kenyataan dan hidup yang sebenarnya. Kamu gak sendirian kok, ada banyak selingkuhanmu yang foto dan videonya kamu simpan di privat safe kamu, mereka yang dulunya tergila-gila dengan fisik, harta dan status kamu yang gak ada artinya sekarang. Ada banyak juga idola dan teman-teman yang selama ini kamu bangga-banggakan dan juga bangga dengan kamu."
Suami: ...
Istri: "Kita akan dikumpulkan bersama orang yang kita cintai, dan kamu di sini untuk mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu."


Tuesday, January 9, 2024

Self Love

     Salah satu akun IG yang saya buat tahun ini adalah soal marriage dan parenting, selain follow berbagai akun yang relevan saya bikin treads juga untuk mencari tahu.

  Ketika membaca topik seputar pernikahan, ternyata tidak sedikit orang yang takut untuk menikah, padahal menikah itu adalah ibadah terpanjang yang bisa menjaga kesucian diri dan memudahkan kita untuk Istiqomah di jalan yang lurus (jika pasangan kita sepadan).
   Maraknya kasus perselingkuhan dan perceraian belakangan ini jadi salah satu faktor utama yang membuat mereka takut untuk menikah, dari berbagai komentar yang saya baca, ketakutan terbesar mereka adalah memilih pasangan hidup yang salah. Felix Siauw pun pernah mengatakan bahwa menikah dengan orang yang salah itu lebih parah daripada gak nikah-nikah, lebih baik gak nikah-nikah daripada menikah dengan orang yang salah. 
    Menurut saya, ketakutan mereka itu beralasan dan masuk akal, mengingat betapa banyaknya generasi masa kini yang memandang dan memperlakukan manusia lainnya layaknya barang. Barang yang bisa dibli, dipakai, digantikan atau dibuang kapan saja seolah-olah ndak ada artinya. Orang berhubungan seperti makan permen karet, gonta-ganti pasangan layaknya ganti baju. Adapun yang seolah setia dengan yang satu demi status dan stabilitas, tapi main gila di belakang, entah punya selingkuhan atau suka jajan di luar.
    Generasi sekarang ini cenderung merasa bangga dan berharga jika dirinya disukai, diinginkan dan diperebutkan oleh banyak orang, bahkan sampai rela membohongi diri sendiri dan publik dengan membeli banyak followers palsu segala, akun-akun bodong yang gak jelas isinya. Nah, yang jualan paket followers, likes, views dan comments untuk berbagai media sosial termasuk IG banyak. Sebagai teman yang peduli dengan masa depan kalian, saya cuma mau mengingatkan aja, sesuatu yang diawali oleh kepalsuan itu gak akan baik, gak berkah, bisa-bisa semakin menjauhkan kita dari Tuhan dan sukses kita bisa jadi cuma istidraj. Entah itu untuk jualan barang ataupun untuk personal branding. Rejeki yang gak berkah itu bahaya, karena bisa mendorong kita untuk melakukan lebih banyak lagi kemaksiatan dan mengundang 1001 masalah ke hidup kita. Logika aja deh, awalnya aja udah pakai cara yang gak baik, gimana hasilnya bisa membawa kita kepada kebaikan? Jadi kalau ada orang yang hobinya kok maksiat terus dan sulit berhenti, itu perlu ditelusuri bagaimana cara dia dalam memperoleh rejekinya, apa yang dia lakukan untuk menjemput rejekinya, berkah atau tidak.
         Hari gini kita bisa aja cari uang dengan cara main game online, judi online, riba, dropship, bikin review/transaksi palsu, jual-beli barang ilegal, jual barang-barang yang gak berguna atau merusak kesehatan seperti rokok dan miras. Akan tetapi, apakah cara-cara tersebut berkah?




Gak masalah juga bagi generasi sekarang untuk mengekspos hal-hal private seperti bagian tubuh yang seksi, menjadi orang lain atau mengabaikan hati nurani demi mendapatkan spotlight. Kalau kita begitu, bagaimana mungkin yang datang ke hidup kita adalah orang-orang bisa mencintai kita dengan iman dan ketulusan? Cheap products attract more buyers, cheap products also attract cheap buyers. Bukannya lebih baik kita punya sedikit calon tapi berkualitas, ya? Daripada punya banyak fans tapi bajingan semua? Dicintai karena nafsu apa bagus-bagusnya? Dicintai karena menjadi palsu apa artinya? Saya malah lebih setuju dengan pendapatnya Charlie Chaplin yang mengatakan bahwa your naked body should only belong to those who fall in love with your naked soul.


    Hari gini, mencari orang untuk diajak bersenang-senang itu gak sulit, semuanya serba mudah dengan bantuan teknologi. Mau gonta-ganti pasangan setiap hari berkali-kali juga bisa, tinggal pilih dan klik sesuai selera, aplikasinya gratis dan banyak di play store. J
angankan di dating app, di berbagai media sosial yang mainstream juga bisa dicari dan didapat dengan mudah. Modal foto bagus doang yang likes, chat dan ngajak meet up juga bisa tembus ribuan, tinggal pilih deh mau coba yang mana duluan. Hotel murah bertebaran di mana-mana, pengaman banyak variasinya. Setelah nikah juga tetap bisa main aman. Saya kan pernah juga tuh buka aplikasi semacam Ba*oo, Ti*der, Bum*le, Ta*-tan, Mich*t dan Ok c*pid beberapa tahun silam. Orang yang sudah nikah pun berkeliaran di sana. Ketika bertukar cerita, mereka kaget dan gak percaya waktu saya bilang saya gak pernah macem-macem dan gak mau macem-macem. Pada kenyataannya, orang yang hidup di zaman ini memang banyak yang gak lagi mandang cinta dan pernikahan sebagai sesuatu yang sakral. 
    Pertanyaan saya, kalau kita gak memandang cinta dan pernikahan sebagai suatu hal yang sakral, kalau kita gak yakin bisa berkomitmen untuk setia pada satu orang selamanya, buat apa kita menikah? Kalau kita masih mata keranjang dan suka tebar pesona, kalau kita mewajarkan atau menganggap enteng perselingkuhan buat apa? Saya pribadi lebih baik sendiri daripada menikah dengan orang yang gak bisa menjaga janjinya dengan Tuhan, dengan orang yang gak bisa mencintai dirinya sendiri sehingga terus-terusan mencari kepuasan atau validasi dari luar tanpa akhir. 


    Orang yang gak mencintai dirinya sendiri ini sih yang paling rawan untuk menjadi fake dan berselingkuh. Dirinya sendiri aja dia khianati apalagi orang lain? Saran saya, jangan pernah mengharapkan real love dari fake people, gak, gak nyambung. Orang fake yang terbiasa dengan hal-hal fake gak bisa dipercaya dan gak bisa diharapkan. Cuma real people yang percaya dan membuat kita percaya dengan adanya real love.



       Pantas orang munafik itu ancamannya bukan main, ditempatkan di kerak neraka. Salah satu dampak dari merebaknya kemunafikan ya ini, bikin orang-orang jadi punya trust issue sampai-sampai takut bahkan enggan menikah. Saking banyaknya orang munafik yang mudah berdusta, ingkar janji dan berkhianat kepada pasangannya, orang-orang jadi punya trust issue dan gak percaya pada pernikahan apalagi cinta sejati.
       Kata-kata cinta sering kali dianggap sebagai omong kosong belaka, dengan anggapan bahwa si penutur pasti begitu ke banyak orang dll. Lantaran tak mau dibodohi atau menjadi korban PHP seperti orang kebanyakan, si A cenderung cuek bahkan menolak si B mentah-mentah seakan menolak iming-iming hadiah ratusan juta dari scammers asal Nigeria yang to good to be true. Padahal, gak semua orang itu sama, gak semua orang itu munafik. Bisa jadi si B ini sudah menyimpan perasaannya begitu lama, menolak semua pilihan dan berjuang melawan rasa takutnya hingga akhirnya memberanikan diri untuk berterus terang. Mengikuti kata hati dan berterus terang itu bukan usaha yang mudah lho, banyak orang yang memilih diam atau menghindar karena dirongrong oleh rasa takut. Takut ditolaklah, takut malulah. Padahal, belum bisa disebut cinta kalau kita masih takut-takut, tidak berani mengambil resiko dan mempertaruhkan apapun. Belum bisa disebut cinta jika kita masih gengsian, lebih mementingkan pride atau ego dibandingkan mengikuti kata hati.



     Memang cinta bukan sekedar kata-kata, tapi tanpa diawali oleh kata-kata bagaimana kita bisa menjalin relasi dengan orang lain? Masa tau-tau bisa tukeran cincin dan tinggal serumah tanpa adanya perbincangan apapun sebelumnya? Aneh amat.
     Menghadapi orang dengan trust issue itu melelahkan, karena semeyakinkan apapun kita, dia akan cenderung untuk memercayai prasangkanya sendiri serta hasutan dari berbagai pihak yang menguatkan prasangkanya sendiri. Jadi daripada meyakinkan, pengennya sekalian aja memvalidasi semua prasangkanya. Iya cuma gombal kok kamunya aja yang kegeeran, memang cuma omong kosong, cuma main-main, cuma penasaran, cuma PHP, ini semua gak nyata, iya ini semua bohong, aku memang pura-pura jadi orang lain supaya kamu suka sama aku dan bisa dapatin kamu, kamu memang bukan satu-satunya, kamu bukan prioritas tapi cuma cadangan kesekian, aku cuma kasihan aja sama kamu, kamu memang gak semenarik itu, aku tertarik sama fisikmu aja, ini bukan cinta tapi nafsu, iya aku sama aja seperti yang lain, dll. Biar puas sekalian. Akan tetapi, melampiaskan kemarahan itu gak baik guys. Jangan lagi-lagi dah.

    Sebagai pihak yang menjanjikan ini itu misalnya kesetiaan atau pernikahan, tentunya kita bingung juga ya kalau orang yang kita janjiin ini itu ngeblok diri? Kaya... ngapain sih di sini? Sendirian, sibuk sendiri. Buat apa masih di sini? Janji apa yang perlu ditepati? Orang yang dijanjikan juga gak minta kita untuk menjanjikan apa-apa, dia aja gak butuh janji kita. Anehnya, tipe begini kalau kita mencoba untuk berpaling, dia malah merasa jadi pihak yang paling tersakiti. Loh, padahal yang selama ini tidak menghargai dan menyakiti siapa? Merespon atau ngasih feedback positif aja enggak, kenapa malah playing victim? Sendirinya yang mulai, sendirinya yang pasif dan ngebanting pintu di depan muka tapi aktif dan membuka pintu lebar-lebar bagi yang lain. Justru kita yang dikhianati terang-terangan sejak awal. Teks kita dicuekin, sementara dia aktif di media sosial, sibuk update post dan status tebar pesona ke publik, follow dan berinteraksi dengan siapapun yang dia mau. Sudah kelakuannya begitu, maunya dimengerti, dipertahankan dan diberikan usaha yang konsisten tanpa batas? Dalam hal ini, saya setuju dengan pendapat kenalan saya, orang yang setia baru pantes disetiain. Kalau gak ya ngapain? Kasihan diri kita sendiri.




    Saya rasa, kalau posisinya orang yang kita janjikan kesetiaan atau pernikahan itu bodo amat dan terus-menerus melakukan hal-hal konyol yang dilarang oleh Tuhan sehingga membuat dirinya jadi tidak layak untuk mendapatkan hal yang dijanjikan, ya kita gak wajib menepatinya. Apalagi jika janji itu kita yang mau, kita yang buat-buat sendiri, nawar-nawarin sendiri, bukan permintaan dia, bukan kemauan dia, bukan harapan dia, bukan hasil kesepakatan atau perjanjian kedua belah pihak. Kalau kita menarik diri dari perjanjian sepihak yang dianggap tidak penting dan tidak dihargai sama sekali oleh pihak lain, ya itu artinya kita bukan ingkar janji tapi sadar diri. Lagipula orang yang dijanjikan pernah mengatakan secara blak-blakan di awal bahwa dia tidak tertarik, dan closure-nya tidak mau kita balik-balik lagi dalam versi apapun. Kita pun ga menghilangkan gitu aja, tapi pamit dengan cara baik-baik supaya dia gak nungguin kita atau berharap kita bakal balik lagi dan lagi ke hidupnya seperti sebelumnya. 


      Ada pendapat yang mengatakan bahwa ketika seseorang menolak atau mau mengakhiri hubungan dengan kita, sebenarnya dia mau kita tetap stay dan mencoba untuk mempertahankan hubungan atau berjuang lebih. Yang begini drama banget gak, sih? Kalau perempuan yang begini sih masih bisa dimaklumi walaupun gak benar, tapi kalau laki-laki? Teman yang begini pun biasanya saya oke-in aja, balik lagi setelah sekian lama supaya mereka belajar untuk tidak main-main dengan kata perpisahan. Setelah menikah, kalau suami kita yang begini sudah langsung jatuh talak 1 lho, gak main-main. Jadi mending cari calon suami yang sabar deh, yang sudah matang secara emosional dan kejiwaan, jangan pecinta drama yang dikit-dikit bilang pisah. Jangan juga manipulator yang capernya dengan sengaja tebar pesona atau dekat ke lawan jenis supaya kita merasa jealousinsecure lalu ngejar-ngejar mereka. Yang begini, potensi besar untuk selingkuh demi mencari perhatian kita nanti. Supaya tetap waras, lebih baik yang begini dihindari. Orang yang capernya dengan cara-cara gila lebih baik dihindari guys, serius.
      Seringkali kita melihat adanya ungkapan patah hati dari seseorang yang memposisikan dirinya sebagai korban janji manis. Nyatanya, kita gak pernah tahu lho apa yang mereka perbuat selama ini, yang kita tahu hanya masalah dari satu sisi, dari sudut pandang mereka aja. Bisa jadi apa yang mereka perbuat selama ini adalah seperti yang saya paparkan di atas; take things for granted, dibaikin malah semena-menaKetika mereka sudah berhasil membuat orang lain merasa kelelahan hingga mati rasa, mereka baru menyadari kesalahan mereka dan supaya tidak dihantui rasa bersalah yang berkepanjangan, mereka dengan mudahnya playing victim
      Kalau kita mikir... belum jadi aja gak ada perjuangannya apalagi nanti setelah jadi? Bisa makin disia-siakan, pihak lain juga bisa mikir gini... dia gak bisa menerima saya apa adanya, capek banget kalau harus membuktikan diri dan berjuang sendiri. Saya berharga tanpa harus membuktikan apapun, saya layak mendapatkan pasangan yang bisa melihat betapa berharganya saya, percaya saya dan mau berjuang bersama-sama.
      Jadi pihak yang tidak lagi diperhatikan, diharapkan atau diprioritaskan memang menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi jadi pihak yang disia-siakan demi orang lain. Kalau dia masih tebar pesona, lirik sana-sini dan respon sana-sini karena merasa kita bukan yang terbaik, jangan ditahan apalagi dipaksa guys, bakal capek seumur hidup ladenin yang begini. Kita terlalu berharga untuk dijadikan pilihan atau cadangan oleh orang yang mata keranjang dan serakah. Kalau dia pikir ada yang lebih baik, lebih tulus, lebih serius, lebih meyakinkan, lebih nyambung, lebih cocok, lebih sesuai ekspektasi, lebih sefrekuensi atau apapun itu kriteria aneh-aneh yang dia jadikan patokan dalam menentukan pasangan, lepasin aja guys biar pengalaman yang mendidik dan menyadarkan dia. Biasanya giliran kita sudah mati rasa sama dia dan move on, barulah dia sadar akan kekeliruannya selama ini, tentang betapa cacatnya pikiran dia, betapa buruknya perlakuan dia, dia baru sadar bahwa kitalah yang terbaik namun selama ini dia take for granted. Di saat itu kita tentunya sudah males banget, sudah gak sudi. Kadang, orang itu memang perlu merasakan pahitnya kegagalan bersama orang-orang yang dia anggap lebih baik dari ukuran dia untuk bisa menyadari dan menghargai cinta sejatinya di masa depan.



    Sebelum mencintai orang lain, kita memang perlu mencintai diri sendiri. Jika kita mencintai diri sendiri, kita tidak akan mengizinkan siapapun untuk memperlakukan kita sembarangan. Walaupun dia adalah orang yang benar-benar kita cintai, kita tidak akan membiarkannya terus melakukan hal-hal yang membuat kita jadi mempertanyakan dan merendahkan value kita sendiri. Dipandang dan diperlakuan layaknya tembok, cadangan, keset, pengemis, sapi perah atau boneka kok mau-mau aja?
      Masalahnya, ketika mencintai orang lain, kita ini suka lupa untuk mencintai diri kita sendiri sebesar kita mencintai orang lain. Jika selama ini kita telah melupakan diri sendiri, sudah saatnya kita meminta maaf, balik arah dan mencintainya tanpa syarat. Jangan lagi berbuat baik kepada orang lain tapi jahat ke diri sendiri. Yang menemani kita selama ini diri sendiri lho, bukan orang lain. Jadi orang yang paling layak untuk diperlakukan dengan spesial adalah diri kita sendiri. Pakailah uang, waktu dan energi kita untuk merawat, mengembangkan dan membahagiakannya. Daripada memberikan coklat dan bunga ke orang yang memandang kita dengan sebelah mata, akan lebih bijak jika kita memakai uangnya untuk memperbaiki motor kita yang rusak, membeli buku, membeli makanan sehat bergizi, membeli skincare atau membeli alat olahraga. Benar kata Warren Buffett, The greatest investment you can make is in yourself.
      Jika kita mencintai diri sendiri, kita akan berhenti melakukan hal-hal yang tidak berguna seperti mencari perhatian orang lain daripada mengembangkan kualitas diri. Hal-hal yang merugikan dan merusak diri sendiri seperti berzina, merokok, memakai narkoba, minum alkohol, begadang, konten porno dan junk food akan kita jauhi.
    Jika kita mencintai diri kita sendiri, kita tidak akan menikahi sembarang orang, kita akan memilih orang yang juga mencintai dirinya sendiri, sebab hanya orang yang mencintai dirinya sendiri yang tahu bagaimana mencintai orang lain dengan tepat.



     Di threads banyak juga akun yang menghimbau pasangan supaya bubaran aja. Dikit-dikit bilang red flag, dikit-dikit bilang toxicProvokasi reader seakan-akan jadi korban, orang gak berdosa yang paling tersakiti. Nyatanya apa? Setiap orang itu punya toxic atau red flag side-nya masing-masing, termasuk diri kita sendiri. Gak ada manusia yang sempurna, tanpa kekurangan, tanpa keburukan. Yang ada cuma manusia yang belum ketahuan aibnya. Lama kenal bukan jaminan mutu. Mau gonta-ganti pasangan ya sama aja, tak ada gading yang tak retak. Kitanya aja yang harus belajar menerima dan bersabar. Ada yang di masa perkenalan menampakkan citra yang sopan dan penurut, tapi ketika ganti status langsung berubah 180 derajat. 
    Semua orang pasti bikin salah dan menyakiti satu sama lain, cuma gak sadar aja. Saat nyakiti orang lain kita cenderung gak sadar, saat disakiti orang lain kita cengengnya minta ampun, gak mau introspeksi dan sulit memaafkan. Selama punya ego dan ekspektasi, selama itu pula semua orang lain bisa menyakiti dan membuat kita menderita. Besarnya rasa sakit dan penderitaan kita berbanding lurus dengan tingkat ego dan ekspektasi kita sendiri.
    Setan itu bukan hanya dari kalangan jin aja, tetapi juga manusia. Manusia-manusia penghasut, perusak hubungan sesama manusia. Kalau ada pasangan yang sedang tidak baik-baik saja, jangan malah kita provokasi, kita besarkan egonya supaya makin panas dan berpisah, sebaiknya kita berupaya untuk mendamaikan/memperbaiki keadaan yang ada.


Monday, January 8, 2024

Sebelum 35 Tahun

Seksualitas merupakan salah satu topik yang perlu dibahas sebelum nikah, bukan untuk maksud yang menyimpang ya, tapi untuk perencanaan ke depan. 

Sebenarnya ada gak sih usia ideal untuk menikah? Dalam kacamata biologi khususnya fisiologi reproduksi ya ada dong, yaitu saat masa subur. Ini tidak hanya berlaku bagi para perempuan ya, bagi para lelaki juga. Keduanya punya batasan usia untuk memiliki keturunan yang sehat.

Barusan saya baca artikel yang mengatakan bahwa di usia 30-an, hormon testosteron pada laki-laki terus mengalami penurunan. Kualitas sperma laki-laki yang berusia di atas 35 itu sudah mulai memburuk sehingga bayi yang dihasilkan bisa memiliki resiko penyakit atau cacat yang lebih tinggi, apalagi jika si laki-laki ini tidak menerapkan pola hidup sehat (mengonsumsi alkohol, merokok, kurang tidur, stress, pakai celana ketat, olahraga berlebihan, obesitas, suka junk food, pakai narkoba, menggunakan obat-obatan tertentu, terpapar kimia sintetis tertentu, dll). Kondisi menurunnya kualitas sperma inilah yang sering dikaitkan dengan penyebab bayi lahir dengan sindrom down.

Kenapa banyak bayi yang terlahir cacat sekarang? Di antara penyebabnya adalah kualitas sperma yang buruk. 


Bagaimana dengan perempuan? Sama saja, usia pernikahan terbaik jika ingin memiliki keturunan yang sehat adalah sebelum memasuki usia 35 tahun. Mereka yang hamil pada usia 35 tahun memiliki resiko untuk mengalami abortus atau keguguran dan terjadinya pre-eklampsia atau perkembangan janin yang terhambat.

Perempuan juga harus menjaga pola hidup sehat agar bayi yang terlahir sehat. Hindari junk food termasuk GMO dan kosmetika dengan kandungan yang tidak aman bagi kesehatan reproduksi. Udeh pake minyak zaitun aja guys yang jelas aman dan sesuai sunnah.

Friday, January 5, 2024

Loyalty

Setia itu bukan setelah menikah, sebelum menikah pun harus setia. Setia kepada diri sendiri. Tidak mengkhianati diri sendiri demi penerimaan orang lain. Be real, be genuine.




Poligami?

Ketika mau off Instagram, saya lihat ada sebuah post soal poligami. Kata-katanya mencerminkan keegoisan level tinggi, sangat bias, patriarkis sekali.

Di situ dibilang, suami punya hak untuk poligami dan istri harus taat dengan suaminya. Memang sudah dari sananya suami punya hak lebih. Si istrinya juga dibilang harus ikhlas, gak boleh sombong (merendahkan pilihan suami), gak boleh keras dan berkata kasar, gak boleh membandingkan-bandingkan dan merasa dirinya lebih baik dll agar masuk surga.

Saya ngerti sekarang kenapa perempuan bersuami itu syarat masuk surganya gampang, cuma solat wajib, puasa wajib, jaga diri dari zina dan menaati suami, karena ego suami itu tingginya bukan main, begitu menguras emosi dan menguji kewarasan istrinya. Bahkan, bisa bawa-bawa ribuan dalil untuk memutar balikkan fakta dan memenangkan nafsunya. Dibilang di situ penduduk neraka itu isinya orang yang rakus dan tamaklah. Lah, padahal yang rakus dan tamak siapa? Istrinya itu setia, bukannya rakus dan tamak ingin menguasai segala yang dimiliki oleh suaminya dan gak ingin berbagi dengan perempuan yang lain. Yang rakus dan tamak itu justru suaminya yang masih diperbudak oleh nafsu, oleh keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup. Banyak istri yang lebih rela bercerai daripada hidup dengan suami yang tidak cukup hanya dengan satu istri.

Kalau memang TULUS bukan karena nafsu dan gak mau rugi, kalau memang TULUS mau membantu para perempuan yang belum menikah itu, ya kasihkan aja uang ke para lelaki lainnya untuk menikahi para perempuan itu. Itu baru namanya lelaki yang benar, yang gak diperbudak oleh nafsu, yang gak rakus dan tamak. 

Saya pun gak bisa diam aja melihat pandangan yang berat sebelah seperti itu.


Di kitab suci  (An Nisa' 3) memang dibilang silahkan menikahi dua, tiga atau empat perempuan yang kita senangi selama kita bisa berlaku adil, tapi kalau kita khawatir tidak akan mampu berlaku adil ya nikahilah seorang saja, yang begitu justru lebih baik agar kita tidak berbuat zalim.

Nahhhh.... Ternyata ayat itu belum selesai, ada sambungannya lagi (An-Nisa' 129), di situ dibilang bahwa kita tidak akan bisa berlaku adil. Artinya apa? Ya kita gak akan mampu untuk berpoligami, lebih baik satu saja agar kita tidak menzalimi istri kita.

Coba kita kesampingkan ego dan lebih berempati kepada pasangan kita. Istri kita itu adalah perempuan berhati lembut yang telah mengorbankan hidupnya demi hidup bersama kita. Dia rela meninggalkan keluarganya, temannya dan semua calon suaminya yang lebih tampan, lebih mapan dan lebih baik untuk hidup bersama kita. Masa kita tega sih menduakan dia yang selama ini menjadikan kita sebagai satu-satunya?

Setia itu memang mahal, mahal sekali. Kalau kita benar-benar beriman, kita akan menjadi pasangan yang setia karena kita yakin bahwa Allah itu gak pernah tidur, Dia Maha Melihat, Maha Menyaksikan, Maha Mengetahui dan keras siksaanNya. Kita gak akan berani mengkhianati kepercayaan pasangan dan melukai perasaannya dengan sengaja menduakannya.

Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pemaaf aja gak suka loh diduakan, apalagi cuma perempuan biasa?

Ciri Pasangan Setia, Gak Bakal Selingkuh atau Mendua Selama-lamanya

Apa pun alasannya, selingkuh adalah perbuatan yang salah, hina, menjijikan, memalukan, menyakitkan dan tidak dapat diterima. Naudzubillah mi...