Saya masih ingat beberapa tahun lalu saya masih mangku dan suapin ini anak pake nasi dan ciki piatos karena gak mau makan yang lain, jajan ke warung dekat rumah, liatin dia main spore dan bikin game sendiri. Sekarang si Fifis alias Firman sudah kerja dan nikah.
Katanya, Fifis dan mantan pacarnya ini ketemu waktu olimpiade. Irvi ini mantan anak FK UI yang banting setir ambil Fasilkom UI, sama kek Fifis. Waktu olimpiade, Irvi ini kakak kelasnya, si Fifis juniornya. Si Irvi ini ceritanya pengsan terus ditolong si Fifis, lalu saling kenal dan jatuh cintalah mereka. Cie cieee. Uhuyyy. Udah kaya sinetron aja, yak? Ya begitulah, kadang sinetron memang diadaptasi dari kisah nyata.
Begitu lulus, mereka kerja di LN. Irvi di Sweden, terus pindah ke negara-negara lain. Fifis awalnya di AS tapi gak betah karena gak tahan nyium orang bakarin ganja suka-suka, mana pada megang pistol dll, dia prefer pindah ke Go*gle Taiw*n dan bentar lagi mau pindah ke Go*gle Jep*ng karena ada isu akan ada konflik di Taiw*n. Mereka berencana untuk tinggal di Jepang setelah menikah. Si Irvi bilang lidahnya gak cocok dengan makanan Sweden jadinya gak betah tinggal di sana, Taiwan juga kan banyak babi di mana-mana. Udah enaklah tinggal di Jepang, rasa makanannya yahud dan lebih cocok dengan lidah mereka. Tapi paling mending tinggal di Indonesia gak sih? Makanan halal, enak, sehat, dan murahnya melimpah ruah di setiap sudut kota maupun desa?
Sama seperti kakaknya, salah satu sepupu saya yang paling baik dan caring, pernikahan Fifis ini sederhana walaupun gajinya 3 dijit per bulan, Irvi juga gajinya 250 JT/bulan. Orang tua dan para saudara mereka juga pastinya punya uang, tapi mereka memilih kesederhanaan. Gak minta amplop juga, saya mau ngasih pun katanya gak perlu gitu-gituan. Kata tante saya, kita orang Islam gak perlulah gitu-gituan, yang penting pernikahan itu berkah. Pada mau datang aja udah syukur. Orang yang datang ke acara nikahan kan udah effort banget. Udah ngorbanin waktunya, tenaganya, biaya nyalonnya, transportasinya, masa masih dimintain amplop juga?
Katanya, intimate wedding begini rasanya lebih syahdu, lebih berasa momen sakralnya. Yang diundang cukup pihak keluarga dekat aja. Jadinya juga dua keluarga itu punya waktu dan ruang yang cukup untuk saling mengenal satu sama lain dan menyatu menjadi sebuah keluarga besar yang harmonis.
Ya, beginilah pernikahan yang paling berkah teman-teman, yang paling sedikit mengeluarkan biaya. Kita gak perlu validasi orang-orang. Nikah kan kita yang akan jalanin, bukan orang-orang. Yang penting sehari-harinya kita bisa hidup berkecukupan, butuh sesuatu tinggal beli aja tanpa riba.
No comments:
Post a Comment