Bayangkan ada orang yang mengaku cinta padamu atau kamu cintai ...
Kamu berkerja keras hingga berhutang untuk modal usaha dan terus begadang untuk mengumpulkan biaya pernikahan kalian berdua, sementara dia hidup boros dan bersenang-senang dengan temannya tanpa mempedulikan keadaanmu.
Kamu hidup irit, makan saja di warteg dengan lauk sederhana, kamu jarang jalan-jalan dan barangmu itu-itu saja. Sementara dia makan dan jalan ke manapun yang dia suka, bahkan kerap berbelanja barang yang tidak perlu.
Kamu sibuk mendalami ilmu agama seputar pernikahan, sementara dia masih saja sibuk membaca komik, menonton anime dan main game hingga lupa waktu.
Kamu menutup hati untuk siapapun demi menjaga perasaan dan memantaskan diri untuknya, sementara dia membuka dirinya bagi siapapun yang mendekatinya.
Jika begini ceritanya, apakah kamu masih percaya pada pengakuannya padamu?
Jika begini ceritanya, apakah kamu masih ingin melanjutkan hubungan dengannya?
Ya, tentu saja ini bukan tentang kita, tapi kisah mereka yang tak seimbang dan tak sepadan dikarenakan tidak sepemikiran dan tidak sehati. Satu ingin menjadi manusia baru, satu masih betah menjadi manusia lama. Satu ingin hedonia, satu ingin eudaimonia.
Jika begini ceritanya, apakah kamu masih ingin melanjutkan hubungan dengannya?
Ya, tentu saja ini bukan tentang kita, tapi kisah mereka yang tak seimbang dan tak sepadan dikarenakan tidak sepemikiran dan tidak sehati. Satu ingin menjadi manusia baru, satu masih betah menjadi manusia lama. Satu ingin hedonia, satu ingin eudaimonia.
Bukankah kita sama-sama ingin menjadi manusia baru yang sepadan dan saling mengasihi, sama-sama ingin menikmati manisnya buah roh selamanya?
No comments:
Post a Comment