Hati ini mudah sekali dibolak-balik.
Menentukan minuman yang sekali tenggak saja bingung, apalagi pasangan untuk selamanya?
Ketika bertanya padaNya dan jawabanNya tidak pernah berubah, sejak dulu itu-itu saja, kode-kode keras dariNya pun sangat banyak dan tak kunjung berhenti... harus bagaimana?
Kok jawabanNya tidak pernah berubah, ya?
Saya pun mengingat salah satu namaNya yang terpampang di tembok SDN tempat saya mengawas ANBK beberapa hari lalu.
Artinya Yang Maha Memaksa.
Akhirnya, saya pun menyadari bahwa jodoh itu memang bukan pilihan. Kita tidak bisa memilih jodoh kita siapa, tapi kita dipaksa untuk bisa menerima dan mencintainya. Kita tidak bisa memilih, menolak, melawan, menego, apalagi lari darinya. Tau-tau cinta, tau-tau yakin, melupakan gak kunjung bisa, padahal orangnya juga gak ngapa-ngapain dan biasa aja. Inilah tanda-tanda kebesaranNya. Cinta hadir sebagai mukjizat Tuhan, bukan akibat dari kepemilikan atau usaha manusia.
Kita gak minta, gak berharap, gak ngapa-ngapain, gak punya apa-apa, tapi bisa-bisanya dikasih orang yang bersedia menerima dan mencintai kita apa adanya. Apa namanya kalau bukan ajaib?
Namun, sering kali kita mengingkari perasaan sendiri dan memilih untuk menikahi orang yang sebenarnya bukan jodoh kita, tapi jodoh orang lain di masa depan. Kalau gak yakin 100% males gak sih? Capek kalau harus melupakan segalanya lalu mulai lagi dari awal. Nah, untuk sampai pada keyakinan 100% ini yang butuh waktu dan proses yang panjang. Sesuatu itu baru benar-benar meyakinkan jika ia lulus uji, dong?
Teruji waktu, teruji materi, teruji banyaknya pilihan dll.
Alih-alih cinta, kan bisa aja apa yang kita rasain ke dia itu cuma perasaan naksir, penasaran, obsesi, nafsu, kagum atau semacamnya.
Alih-alih jodoh, kan bisa aja dia itu cuma salah satu ujian untuk kita. Tuhan hendak menguji, kita lebih mencintaiNya atau hambaNya.
Masalah jodoh itu sudah pasti.
Kita diciptakan darinya dan akan kembali padanya, sejak awal kita tidak diizinkan untuk memilih, tapi Tuhanlah yang memilihkannya untuk kita.
Kalau sejak awal kita berasal darinya, ya akhirnya pasti bakal balik lagi ke dia. Gak mungkin nyasar ke yang lain. Kalau gak disatukan di dunia ya di kehidupan mendatang.
Beruntunglah jodoh yang saling mencintai dan disatukan di dunia hingga ke akhirat tanpa harus menjalin hubungan dengan yang lain, sehingga kesucian dan keutuhan perasaan mereka terjaga dari awal hingga akhir. Beruntunglah mereka yang dianugerahi pasangan-pasangan yang suci, jadi gak perlu merasakan cemburu berlebihan dan berjuang untuk memafkan dan pulih dari sakit hati. Kalau kita pernah berbuat bodoh dan mengikuti nafsu tanpa memikirkan perasaan jodoh kita yang sebenarnya di masa lalu tanpa sepengetahuan dia, ya bertobat dan sucikanlah kembali diri kita dengan serius. Nyesel, bukannya malah pamer dan bangga pernah melupakan Tuhan untuk berbuat bodoh sama jodoh/hak orang lain.
Jodoh dari Tuhan sudah pasti yang terbaik, seburuk-buruknya dia adalah sebaik-baiknya orang lain, Dia Maha Mengetahui sementara kita tidak mengetahui.
Kita tidak bisa mencintai orang lain hanya dari satu sisi dan menolak sisi lainnya, karena semuanya sudah sepaket alias diciptakan berpasang-pasangan.
Segala hal yang "menurut kita" buruk tentangnya justru bisa membuat kita becermin dan introspeksi.
Kita jadi semakin mengenal diri, memperbaiki diri, dan semakin dekat dengan Tuhan yang kebaikannya sempurna. Sesuatu yang menurut kita buruk belum tentu memberikan efek yang buruk juga bagi hidup kita, dan gak mungkin kita buka-bukaan soal keburukan itu, jadi sebaiknya ya diam saja dan terus memperbaiki diri dalam diam menuju kesempurnaan.
Misal, pasangan sulit menerima nasihat. Hal itu tentu membuat kita jadi introspeksi. Kenapa ya dia begitu? Oh, mungkin karena kita yang belum bisa memberikan contoh, kita jadi sadar dan bisa memperbaiki diri.
Kita ga sepantasnya nyalahin dia atau menceritakan keburukannya itu ke orang lain, sebab keburukan dia juga merupakan respon atas keburukan kita. Saat kita bilang pasangan kita ngeyel, sebenarnya secara gak langsung kita juga buka aib sendiri yang belum bisa memberikan contoh. Saat kita marah padanya, kita sebenarnya marah ke diri kita sendiri. Ada aksi ada reaksi, kalau kita belum bisa memberikan contoh ya wajar-wajar aja jika orang yang kita nasehatin itu ngeyel.
Jalan cinta memang jalan menuju Tuhan, tanpa cinta gak mungkinlah kita bisa nyambung dan memahami kenapa Tuhan begini dan begitu. Banyak hal yang gak bisa dijelaskan maupun dibayangkan tetapi harus dialami sendiri pake perasaan dan tanpa perantara untuk sampai ke puncak kesadaran. That's why Zen Buddhism bilang bahwa hidup itu gak bisa diwakilkan.
Maka, beruntunglah kita sebagai manusia yang diberi kesempatan untuk hidup di dunia sehingga mempunyai kesempatan untuk mengenal Tuhan. Hal-hal yang kotor, hina, rendah, buruk, cacat, tercela, jahat, semu, lemah, palsu dan lain sebagainya yang ada di dunia memang perlu ada untuk menunjukkan hal yang sebaliknya. Kita tidak akan bisa menyadari dan menghargai betapa sucinya Tuhan kalau kita tidak pernah mengenal hal yang sebaliknya. Paradoksnya, semakin gelap dunia di sekeliling kita justru membuat cahaya Tuhan jadi semakin kontras dan mudah untuk dikenali laksana bintang yang bersinar terang di tengah gelap gulita.
Inilah apa yang saya maksud dengan seburuk-buruknya sesuatu pasti mengandung kebaikan, persis filosofi yin-yang. Setelah menyadari bahwa segala sesuatunya, bahkan hal terburuk sekalipun mengandung kebaikan bahkan membuat kita jadi mudah untuk mengenali Tuhan, apakah kita masih memiliki kebencian dalam hati kita terhadap sesuatu?
Kita gak mungkin bisa membuat orang sadar atau tercerahkan dengan perantara bahasa atau dengan menceritakan pengalaman spiritual kita saja. Lagipula, apa yang cocok untuk kita belum tentu cocok untuk yang lain, apa yang baik bagi kita belum tentu baik jika didengar dan dialami oleh yang lain.
Tanpa adanya cinta dan pemahaman yang memadai soal relativitas serta ilusi paradoks atau dualitas, hal itu bisa diartikan secara berbeda dan justru bisa menimbulkan bahaya. Bisa-bisa kita malah dicap sesat karena bikin orang lain jadi keblinger. Jadi pada akhirnya, kita akan menempuh jalan sunyi dan membiarkan orang-orang untuk menempuh jalannya sendiri tanpa keinginan untuk menghakimi dan mendikte hidup mereka.
Perbedaan karakteristik yang ada antara kita dan jodoh kita juga bikin kita jadi belajar untuk saling mengenal dan menyeimbangkan energi masing-masing supaya kita bisa hidup harmonis, bisa menjadi satu dengan alam semesta (become one with universe). Kita semua tau bahwa prinsip semesta adalah keseimbangan, sementara hal yang sifatnya ekstrim atau terlalu itu mengarahkan kita pada kebinasaan. Siapa yang dapat menyeimbangkan energi kita secara sempurna? Siapa lagi kalau bukan perfect match atau other half kita?
Kita sangat fleksibel, dia batu banget.
Kita cenderung pake pikiran, dia cenderung pake perasaan.
Kita seperti preman yang sering kali gak sadar melukai orang, dia lemah lembutnya keterlaluan sehingga mudah terluka dan ditindas orang.
Kita cenderung spontan, dia kalau bikin keputusan cenderung lama karena harus memikirkan dan mempertimbangkan segalanya masak-masak.
Kita cenderung ngeyel dan kerap protes, dia cenderung taat dan nerima.
Punya karakteristik yang sangat berbeda itu gak masalah, asalkan kita mau memilih jalan tengah dan gak kekeh di salah satu kutub ektrim. Jalan tengah, seperti yang saya pelajari di filsafat Timur adalah jalan kesempurnaan (state of nirvana) yang menandakan pencerahan sejati (perfect enlightenment). Jalan tengah tidak bicara tentang aku dan kamu lagi, jalan tengah tidak memihak salah satu dari dua, jalan tengah adalah soal Aku dan apa yang Aku cintai. Sebaik-baiknya penengah atau pemersatu adalah Dia yang selalu mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya dengan segala perbedaan yang ada.
No comments:
Post a Comment